Melihat Lebih Dekat: Dari Kekurangan menjadi Kelebihan. Pengalaman Studi Ekskursi Mahasiswa di Gunung Api Purba Nglanggeran

Siapa yang tidak tau dengan Wisata Gunung Api Nglanggeran? Walaupun beberapa belum pernah mengunjungi secara langsung, setidaknya pernah mendengan atau melihat melalui berita, Yoitube, atau media sosial lainnya. Wisata Gunung Api Nglanggeran menjadi salah satu icon wisata di Yogyakarta yang terkenal dan banyak dikunjungi. Desa Wisata Nglanggeran mulai dikembangkan tahun 1999 oleh pemuda yang tergabung dalam Organisasi Karang Taruna. Namun mulai berkembang mulai tahun 2007, hingga dapat memperoleh penghargaan Best Tourism Village versi UNWTO (United Nations World Tourism Organization) pada tahun 2021. Hal ini menjadi sebuah transformasi yang cukup besar, dimana sebelumnya Desa Nglaggeran merupakan desa yang tandus dnegan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Namun, dengan mengembangkan pemberdayaan berbasis komunitas, Desa Nglanggeran semakin melakukan inovasi dalam pengelolaan wisata dengan semangat partisipasi dari setiap kelompok masyarakat.

Mahasiswa mata kuliah pemberdayaan masyarakat yang mengikuti kegiatan Eurasia Lecturer Series, memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan Desa Wisata Nglanggeran. Pada hari Sabtu 24 Mei 2025, mahasiswa dan tim pendamping melakukan kegiatan Studi Ekskursi #2 yang bertempat di Gunung Api Purba Nglanggeran, untuk mendengarkan paparan materi secara langsung dari Sugeng Handoko selaku salah satu inisiator berdirinya desa wisata dan pengelola. Selain mendengarkan paparan materi, mahasiswa berkesempatan juga berkunjung secara langsung ke beberapa wisata seperti Embung Nglanggeran, tracking ke Geowisata Gunung Api Purba, dan karyawisata ke Griya Coklat.

Salah satu ciri khas dari pemberdayaan di Nglanggeran adalah adanya kepemilikan kolektif atas hasil usaha pariwisata, sehingga tidak muncul kepemilikan pribadi atau kelompok tertentu yang lebih mengkooptasi usaha yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial. Aspek lain yang menjadi karakter dari pemberdayaan di Desa Nglanggeran adalah aspek Inklusivitas. Perempuan memperoleh ruang dalam berbagai aktivitas ekomomi dan sosial, seperti terlibat dalam produksi makanan lokal hingga operasional homestay.

Melalui kunjungan langsung ke Desa Wisata Nglanggeran ini, diharapkan mahasiswa dapat meneladani semangat perubahan yang dimiliki oleh para inisiator dan penggerak desa wisata, bahwa kekurangan di satu aspek bisa menjadi kelebihan pada aspek lain, serta bagaimana pemberdayaan tidak bisa dilakukan oleh 1 atau 2 orang saja, melainkan harus dilakukan dengan kekuatan dan pemikiran kolektif. Pemberdayaan di Desa Nglanggeran juga menjadi contoh bagi mahasiswa tentang implementasi Sustainable Development (SDGs), khususnya pada tujuan tujuan ke-1 yaitu Tanpa Kemskinan, karena upaya pengembangan wisata di Desa Nglanggeran telah menghasilkan lapangan kerja yang begitu beragam, sehingga masyarakat sekita dapat meningkatkan taraf hidup mereka. selain itu, Desa Wisata Nglanggeran juga mengimplementasikan tujuan ke-5 tentang kesetaraan gender tentang bagaimana partisipasi aktif perempuan dalam bidang pengembangan wisata. (SGA)