Memahami Geopolitik dari Korean Wave: Sebuah Refleksi

Siapa yang tidak tahu K-Pop? Khususnya GenMillenial, Gen Z, dan Gen Alpha tentu sajaa pernah mendengar atau bahkan menggandrungi K-Pop, baik dari lagu, drama, dance, atau bahkan pada artis dan aktornya. Trend ini kemudian dikenal dengan sebutan Korean Wave atau Hallyu. Hallyu (한류 dalam Hangul) atau Korean Wave mengacu pada lonjakan visibilitas internasional terhadap Budaya Korea. Fenomena ini dimulai Asia Timur pada tahun 1990-an dan terus berlanjut hingga hari ini di negara-negara non-Asia seperti Amerika Serikat, Amerika Latin, Eropa, dan Australia. Dua gelombang besar yang paling menguasai pasar adalah Serial TV dan musik pop (K-Pop). Menariknya, trend Hallyu ini bukan sekedar ekspansi hiburan semata, melainkan juga menjadi corong perluasan budaya korea pada dunia internasional dan menjadi arena interaksi peertukaran budaya transnasional.

Korean wave sebagai bentuk hiburan yang meluas menjadi diskusi geopolitik, disampaikan secara lebih lengkap oleh Lee Soon-Hyeung, Ph.D. dari Kyungpook National University, Korea Selatan. Mrs. Lee berkesempatan hadir secara langsung pada acara Eurasia Lecturer Series #Episode3.2 di UNY pada tanggal 24 Februari 2025. Mrs. Lee menyampaikan tentang bagaimana Hallyu menjadi instrumen soft power Korea Selatan untuk melakukan difusi budaya dan membentuk citra baru di hadapan global. Soft power tersebut kemudian membentuk lanskap geopolitik melalui pendekatan yang lebih subtil, misalnya dengan menciptakan citra sebagai negara damai dan modern, menarik simpati publik internasional terhadap kebijakan luar negeri, atau membangun solidaritas dalam komunitas global.

Selain itu, trend Hallyu yang telah mengglobal juga menjadi instumen dalam memperkuat relasi internasional Korea Selatan dengan negara lain. Bahkan, Hallyu pun menjadi sarana diplomasi internasional di berbagai negara, dengan mendirikan Korean Cultural Center. Dampaknya, terjadi perubahan signifikan dalam praktik berbahasa pada masyarakat dunia. Banyak pengegmar Korean Hallyu menggunakan istilah Korea seperti aegyo, ahjumma, aigoo, oppa, saranghae, dan daebak dalam percakapan sehari-hari.

Fenomena ini menjadi refleksi bersama bagi mahasiswa, akademisi, praktisi, dan masyarakat umum bahwa persinggungan budaya antarnegara memiliki dampak jauh pada transisi geopolitik dan sosiolingusitik, termasuk bagi Indonesia sebagai konsumen budaya. Korean Wave tidak hanya menjadi bentuk hiburan yang menjadikan lagu, drama, dan tarian semata, namun juga menjadi sarana bagi Korea melakukan ekspansi budaya, politik, dan ekomomi secara lebih subtil dan masif. Sehingga, penikmat Korean Wave di Indonesia perlu kritis dan reflektif dalam melihat feomena ini. Tidak hanya sebagai konsumen, tapi juga mengkritisi dampak domino dari trend Hallyu ini. (SGA)